02 Jan
Permasalahan Mental Bukanlah Suatu Hal yang Romantis

Menurut artikel dari Rasya01.kinja.com - Neil Hilborn jadi buah bibir di dunia digital waktu video slam poem—sejenis puisi yang mengekspresikan narasi personal seseorang dan biasanya disebutkan dengan cara emosional—yang berisi narasi cintanya jadi pengidap OCD jadi viral.

Dalam video itu, Hilborn mencurahkan pengalamannya jadi pengidap Obsessive Compulsive Disorder (OCD) waktu menyulam hubungan cinta dengan satu orang wanita. Banyak hal yang awalannya tidak bisa ditoleransinya, sukses diterima Hilborn seolah ia tidak memiliki beberapa obsesi yang membuat level kecemasannya melesat sejak kehadiran kekasihnya. Tapi malang, narasi cinta Hilborn harus tidak berhasil dan meninggalkan luka dalam buat lelaki yang belum kuasa berpaling hati dari sang sisa.

Sebenarnya, video Hilborn yang diunggah Button Poetry bukan hal anyar karena sudah ada di Youtube sejak 22 Juli 2013. Waktu ia mempublikasikannya di Facebook, perhatian orang sesegera tertuju kepadanya, membuat videonya di media sosial itu disaksikan seputar 25 juta kali menurut berita yang dicatat di Huffington Post. Di kanal Youtube, sampai saat ini, video Hilborn telah disaksikan seputar 12.674.363 kali dan mengundang 10.179 komentar dari publik.

Beberapa kesan romantis yang dibikin dari video tentang pengidap kelainan mental itu tidak pelak membuat publik kelihatan bersimpati dengan keadaannya. Banyak pula yang mengidentifikasi diri dalam narasi patah hati classic yang disebutkan Hilborn walaupun belumlah pasti ia alami kelainan mental sama juga dengan lelaki itu.

OCD, Kecemasan, dan Depresi

Tidak banyak orang benar-benar pahami apa yang terhitung OCD. Sejumlah besar beranggapan pengidap OCD adalah mereka yang gila kebersihan dan kedisiplinan dan seringkali mengulang-ulang pekerjaan untuk yakinkan semuanya seperti harusnya. Asumsi ini tidak salah, tetapi cakupan OCD akan lebih luas dari itu.

Dalam situs Psychology Matters Asia, OCD didefinisikan jadi kondisi psikis dimana individu alami obsesi yang mengganggu dan repetitif, serta kompulsi yang didorong oleh kecemasan sampai menggantikan waktunya atau membuat permasalahan yang berkaitan dalam kehidupan sepanjang hari. Pandangan ini diambil dari Diagnostic and Statistical Manual edisi keempat (DSM 4). Sejak tahun 2013, APA telah masukan OCD dalam barisan terpisah dari anxiety disorder atau kecemasan seperti tercantum dalam DSM 5.

Baca Juga : Apa Betul Data Anda Disalah Gunakan oleh Cambridge Analytica

Bukan hanya kerancuan bakteri atau kuman saja jadi obsesi sebagian orang dengan OCD. Situs Medscape menjelaskan bentuk-bentuk obsesi lainnya seperti keselamatan, kebimbangan pada daya ingat atau persepsi seseorang, ketakutan akan kerjakan pelanggaran—utamanya terkait norma agama—, kepentingan mengatur satu dengan simetris atau sesuai tempat aslinya, serta pertimbangan seksual/agresif yang mengganggu dan tidak diharapkan.

Sedang bentuk kompulsi yang jamak ditemukan adalah membersihkan diri, mengecek, menghitung, mengatur objek, sentuh atau mengetuk-ngetuk satu, mengumpulkan benda tertentu, mencari peneguhan, dan membuat daftar. Semua ini biasanya ditangani dengan berulang-kali dalam gagasan mengentaskan kecemasan yang disebabkan dari obsesi.

Penyakit mental ke-2 yang jamak ditemukan adalah kecemasan. Dalam catatan Depression and Other Common Mental Disorders: Global Health Estimates yang dikeluarkan WHO tahun ini, diperkirakan seputar 264 juta orang di dunia menanggung derita permasalahan kecemasan pada 2015. Angka ini naik sebesar 14,9 persen sejak 2005. Wanita disebutkan lebih riskan alami permasalahan kecemasan dibandingkan lelaki dengan perbandingan banyaknya pengidap seputar 4,6 persen dan 2,6 persen dengan global. Sedang di Indonesia, tercantum prevalensi permasalahan kecemasan sebesar 8.114.774 atau seputar 3,3 persen dari populasi keseluruhnya.

Kecemasan jadi satu kelainan waktu ia mulai mengganggu pekerjaan harian seseorang. Ada beberapa jenis kecemasan yang dicatat dalam situs WebMD, diantaranya permasalahan kuatir (dengan pertanda berkeringat, sakit dada, degup jantung tidak teratur, dan perasaan tercekik), permasalahan kecemasan sosial atau social phobia (yang berjalan waktu seseorang berjumpa dengan keadaan jalinan dengan publik), beberapa jenis fobia seperti ketinggian atau terbang, dan permasalahan kecemasan general yang meliputi kekhawatiran dan perasaan tertekan tidak beralasan.

Yang terakhir adalah penyakit mental yang paling banyak ditemukan di masyarakat. Dalam situs WHO tercantum lebih dari 300 juta orang yang terjangkit depresi. Ini berbeda dengan kondisi hati yang gampang berubah atau moody dan umumnya berjalan dalam periode panjang dan lebih akut.

Dampak yang seringkali didapati sebagian orang dengan depresi ialah perform kerja atau studi yang buruk serta relasi yang rapuh dengan keluarga dan kerabat. Hal terburuk yang dapat berjalan waktu seseorang alami depresi adalah tekad bunuh diri. Dilaporkan oleh WHO, hampir 800 ribu orang meninggal dunia karena bunuh diri setiap tahunnya.

Diambil Health Line, orang yang alami depresi perlihatkan beberapa pertanda psikologis tertentu seperti sensitivitas yang tinggi pada banyak hal kecil, kehilangan keinginan beraktivitas, kesulitan mengendalikan amarah, tidak bisa bergerak dari kejadian pahit di waktu lalu, serta munculnya tekad untuk mengakhiri hidup.

Dari bagian fisik, orang dengan depresi biasanya alami kesulitan tidur, rasa lemas begitu berlebihan, perubahan nafsu makan, kesulitan berkonsentrasi dan membuat ketentuan. Penyebab depresi dapat juga beberapa jenis mulai dari reaksi kimia dalam otak, hormon, faktor genetis, penilaian diri yang rendah, sampai pengalaman-pengalaman traumatis pada saat dahulu.

Mereka Sebutkan, Penyakit Mental adalah Hal Romantis

Media massa memegang peranan besar dalam membuat persepsi masyarakat tentang pengidap penyakit mental. Dalam buku The Stigma of Mental Illness - End of the Story? (2017), tercantum hasil analisa Wahl dan Roth pada 1982 yang memerhatikan bagaimana media massa di AS mendeskripsikan ciri-ciri pengidap penyakit mental yang stereotipikal seperti berefek, agresif, bingung, dan tidak dapat terprediksi.

Baca Juga : Permasalahan Mental Bukanlah Suatu Hal yang Romantis

Kehadiran media pilihan dengan potensi masif seperti internet seterusnya sukses mengubah stigma ini, tetapi tidak dengan 100% ketepatan. Romantisasi penyakit mental jadi tandingan stigma lama yang berkembang di masyarakat. Pada intinya, romantisasi penyakit mental ialah usaha membuat beberapa kesan imajinasi atau glamor darinya.

Video Neil Hilborn tidak cuma satu contoh publikasi yang meromantisasi penyakit mental. Belakangan ini, ada condong dari beberapa media online untuk membuat beberapa kesan pilihan dari beberapa pengidap penyakit mental. Web seperti Tumblr disebutkan jadi salah satu sarana yang sering dipakai untuk membuat estetisasi penyakit mental.

Sering, simplifikasi begitu berlebihan berjalan dalam keterangan mengenai beberapa penyakit yang punyai kekuatan jadi pembunuh diam-diam ini sampai lebih mudah diterima sebagian orang, bahkan dilihat seperti satu yang bagus.

Lihat saja artikel-artikel yang menjelaskan bila mereka yang menanggung derita permasalahan kecemasan adalah sebagian orang yang kuat atau sejumput mitos seputar kecemasan yang diamini beberapa masyarakat. Deretan kuis psikologi yang betul-betul sederhana mempromosikan orang untuk akui diri memiliki penyakit mental dalam level tertentu, serta pun tidak sedikit yang ‘dengan bangga’ memublikasikan hasil kuis itu di media sosial.


Tapi Nyatanya…

Apa yang seterusnya berjalan terdapatnya romantisasi penyakit mental ini? Distorsi bukti betul-betul mungkin berjalan waktu media-media coba memoles gambaran mengenai OCD, depresi, atau permasalahan kecemasan.

Laura Barton menulis gagasannya pada kutipan mengenai depresi dalam Healthy Place. Ia mengambil contoh dari beberapa kata “depresi bukan signal kekurangan, tapi signal kelamaan jadi demikian kuat”. Barton sepakat dengan kalimat pertama kutipan itu, tetapi jadi orang yang muak dengan romantisasi penyakit mental, dengan tegas ia menjelaskan bila menerangkan depresi jadi signal demikian kuat adalah satu generalisasi begitu berlebihan, salah, dan menyepelekan bagaimana sebenarnya depresi ada dan kerja.

Dalam situs Elite Daily, Bri Ray menceritakan pengalamannya jadi pengidap depresi yang demikian menyiksa hidupnya dan berharap orang tidak berpikir penyakit mental adalah satu hal yang glamor, romantis, dan bagus.

Seterusnya, romantisasi penyakit mental yang mengubah persepsi orang bisa berpengaruh pada preferensi terkait seseorang. Laporan Vice mencuplik hasil studi yang ditangani periset di Texas-Austin University, yang dapatkan bukti bila lelaki memiliki condong tertarik pada wanita yang kelihatan rapuh dengan psikologis, baik itu kekanak-kanakan, depresi, atau kurang pandai.

Sebelumnya, sebagian orang yang benar-benar menanggung derita penyakit mental akan rasakan dihargai dan diterima oleh partner yang menjelaskan tertarik pada mereka.

Tapi yang perlu diamati, ada kesempatan partner mereka adalah individu narsisistis yang sering ingin disaksikan jadi pahlawan dan superior dibanding sebagian orang berproblem mental ini. Bukanlah lakukan perbaikan keadaan, terkait dengan partner semacam itu malah dapat membuat orang dengan OCD, depresi, dan permasalahan kecemasan makin terpuruk, lebih waktu konflik dan perpisahan berjalan.

Mengmelawan sebagian orang dengan penyakit mental memang tidak semudah terkait dengan mereka yang kesehatan jiwanya oke. Meromantisasi permasalahan kejiwaan mereka tidak membuat masalah yang mereka temui setiap hari berkurang, malah dapat berkembang semakin akut jika menerimanya jadi satu yang lumrah sampai rasakan tidak perlu mencari pengobatan.

Namun, meremehkan sebagian orang yang setiap waktu meledak, rasakan sulit berkepanjangan, dan tercetus pengakuan ingin bunuh diri serta melabeli mereka jadi sebagian orang payah tidak pelak membuat mereka makin tertekan dan justru semakin dekat dengan kesempatan putuskan nyawa.

Tidak banyak orang bermental baja menyikapi patah hati, dan terkadang yang mereka butuhkan hanya telinga-telinga yang ingin dengar kesah tanpa dikte bagaimana harusnya mereka bertindak.

Comments
* The email will not be published on the website.
I BUILT MY SITE FOR FREE USING